Perjalanan hari ke 8 saya di
Negara dengan bentuk bendera Nasional yang cukup menarik dan berbentuk seperti
dua segitiga dengan warna merah yang merupakan warna Rhododendron, bunga yang
menjadi simbol Nasional Nepal. Destinasi yang sedari dulu saya impikan kini
sudah berada di depan mata, kuil Pashupatinath, kuil yang begitu terkenal di
seantero Dunia yang juga di jadikan tempat shooting
film terkenal, Dr. Strange. Kuil yang amat terkenal dengan Sadhu nya, kuil
yang sudah berdiri sejak kisaran abad 8 masehi. Kuil yang tercantum dalam
daftar situs warisan dunia UNESCO. Kuil yang pernah di guncang gempa besar yang
menimpa Negara ini pada April 2015 silam, yang memakan korban jiwa 8,947 orang.
Namun kini, Nepal sudah bangkit, kuil sudah di revitalisasi serta berdiri tegap
menyibak keindahan arsitektur masa lalu. Perjalanan yang seolah menjelajah
waktu ke masa lampau.
Semangat bergemuruh dalam diri
saya, sedari dulu saya bercita-cita untuk memotret seorang Sadhu atau Holyman.
Langkah kaki saya sedikit berat, tak terasa 2 hari lalu saya baru selesai
menjelajahi pengunungan Annapurna selama 6 hari.
Seseorang memanggil saya dari kejauhan, “hey sir.. hey sir.. ticket please…”, saya pun menghampirinya, dan ternyata tempat itu adalah loket karcis masuk, tiket masuk bisa dibilang cukup merogoh kocek bagi seorang backpacker, Npr 1000 atau Rp 130,000, nominal yang cukup untuk menginap semalam di hotel yang bagus dengan sarapan di kawasan Thamel.
Tiketpun dibeli, seorang
mengahampiri saya, dengan senyum menyeruak, lelaki Nepal paruh baya dengan
wajah oriental dan berperawakan kurus mengajak saya dan kedua orang sahabat,
Purjel dari Indonesia dan Manuel dari Peru, mengobrol dan menjelaskan saya
banyak hal tentang Kuil yang di sucikan umat Hindu ini. Kami pun berbegas
memasuki kawasan Kuil, lelaki kurus ini tak henti-hentinya berbicara dengan
nada yang penuh semangat, menjelaskan berbagai macam detail mengenai kuil ini.
Berputar-putar kami, perlahan sambil berjalan, Kepulan asap pun terlihat dari
kejuhan, hitam dan cukup pekat, semilir angin membawa aroma asap dengan bau
yang amat tak menyenangkan, berbeda dengan aroma asap pada umumnya. Lelaki ini
pun menjelaskan bahwa asap itu berasal dari pembakaran jenazah (upacara
perabuan) di Bhameswar Ghat yang berlokasi tepi sungai Bhagmati, sontak sedikit
kaget karena aroma asap yang saya hirup merupakan bau mayat yang di bakar.
|
proses pemandian Jenazah |
Sungai
Bhagmati merupakan sungai yang amat di sucikan di sini, sama seperti halnya
sungai Gangga di India, tubuh seorang yang sudah meninggal di mandikan di
tepian sungai dengan anggota keluarga yang rambutnya sudah di botaki dengan
sisa rambut di bagian belakang, mayat dimandikan, lalu di bacakan doa dan kemudian jenazah di letakkan di altar
perabuan, pelaksanaan upacara perabuan pun dimulai. Selama 24 jam sehari, kuil
ini menjadi saksi bisu perjalanan terakhir manusia di dunia. Jenazah yang sudah
menjadi abu kemudian di hanyutkan di sungai Bhagmati, berharap sang arwah dapat
menuju Nirwana.
|
lelaki lanjut usia tersaru antara hidup dan mati |
Beralas kardus, berlapis selimut
kumal dengan mulut menganga, dan cekung pipi yang amat dalam serta perawakan
yang amat kurus, terlihat seperti tulang yang terbungkus kulit, seorang lelaki
lanjut usia tergeletak amat pulas seolah tersaru apakah masih hidup atau mati
terlihat di pelataran kuil, di iringi seorang anak remaja perempuan sedang
menggendong bayinya yang tertidur pulas, menadahkan tangannya dan terus
mengikuti kami, seraya berharap mendapatkan sedikit rupe. Sontak benak saya
melambung, teringat saat sesampainya di hari pertama saya di Nepal, tepatnya di
kawasan Thamel, kawasan yang begitu Glamor, ramai, dan seolah surga dunia bagi
Backapker. Segala sesuatunya begitu lengkap, dari restoran, hotel mewah, hingga
diskotik. Namun 5 km dari situ, pemadangan amat kontras yang saya lihat, Lelaki
yang tinggal tulang, pengemis-pengemis yang berseliweran.
|
Ibu remaja dan anaknya sedang mengemis |
“apakah
kamu tahu dimana letak Holyman di kuil ini?”, ujar saya pada lelaki tersebut,
dia pun membawa saya menyebrangi jembatan, menaiki anak tangga dan memasuki
blok-blok kompleks kuil. Tak lama 4 orang berpakaian aneh, dengan dahi penuh
dengan warna kuning dan merah duduk bersila dengan penuh khusuk, berkomat kamit
sambil mengangkat tangannya, tak perlu pikir panjang kamera segera keluar dari
tas saya. Bahagia, ya sangat bahagia rasanya, tercapai sudah impian saya,
memotret dari berbagai sisi pun saya lakoni. Di tengah memotret, lelaki kurus
itupun berkata “kenapa tidak foto bersama Holyman?”, sontak saya pun duduk
diantara Holyman tersebut, dahi sayapun diberkati dengan di berikannya Bindi,
serta komat-kamit membacakan mantra, selesai, dan hal mengejutkan pun terjadi “berikan
saya 45 dollar”, ujar Holyman dengan tubuh gempal dan berambut panjang, “45
dollar???” kaget bukan kepalang, saya sudah membaca beberapa artikel mengenai
Holyman, meski tak mendalam, bahwa seorang Sadhu (Holyman) merupakan orang yang
sudah melepaskan hasrat keduniaannya, seorang yang di sucikan, seseorang yang
melepaskan semua keinginan duniawinya, namun hal ini bertolak belakang di sini.
Sepertinya saya telah telak di
bohongi, apakah artikel yang pernah saya baca salah? apakah seorang yang
terkenal di berbagai penjuru dunia kini telah berubah menjadi seorang yang haus
akan materi?, mau tak mau saya memberikannya uang sebesar Npr 500, karena uang
saya sudah amat menipis, dan lelaki kurus itupun berkata “itu terlalu kecil
untuk seorang Holyman, liahtlah mereka berempat, dan mereka telah memberkati
dan mendoakanmu”, aroma-aroma tidak menyenangkanpun tercium dari gelagat lelaki
kurus ini, “apakah mereka sebenarnya sekongkol?” pikir saya, saya pun malas
untuk berdebat dan memberikan NPR 1000 kepada Holyman, meski keempat Holyman
tersebut menggerutu, sayapun bergegas pergi dan berucap dalam hati “biarlah
jadi pengalaman”.
Segera
saya meninggalkan keempat Holyman tersebut, dan rekan seperjalanan sekaligus
sahabat saya , Purjel dan Manuel , yang dari tadi diam dan melihat dari
kejuhan, Manuel pun bertanya kepada lelaki kurus itu, “apakah kamu Guide di
sini?, jika iya kami sudah tak punya uang lagi, dan jika memang kamu Guide,
apakah tip nya sudah termasuk biaya masuk Kuil tadi?”, perbincangan pun
terjadi, dan benar ternyata Guide di tempat ini tidak menjelaskan sedari awal
bahwa dirinya adalah seorang Guide, dan mau tak mau dia menetapkan tarif yang
harus kami bayar untuk jasa yang bahkan tak kami inginkan dari awal, setelah
bernegosisasi kami memeberikannya NPR 700, dan dengan hormat berkata bahwa kami
tak menginginkan jasanya lagi.
Eksotisme Pashupatinath bak surga
yang di jual, apapun yang berada di sini selalu di kaitkan dengan uang, uang
dan uang. Bak pisau bermata dua, di satu sisi kuil ini membantu perekonomian
masyarakat, namun sisi lain tempat suci ini sedikit di kotori dengan adanya
oknum tertentu yang menjadikannya ladang meraup keuntungan pribadi. Meski
begitu Pashupatinath tetap lah Pashupatinath, banyak umat Hindu yang beribadah
dengan khusuk di sini, seolah lepas dari keduniawian.
Siang kian terik dan matahari
begitu menyengat dan perjalanan kami lanjutkan di kawasan kuil yang cukup luas
ini, tak lama 2 orang anak kecil terlihat dari kejuhan di antara
bangunan-bangunan kuil, sela-sela pintu kayu menjadi area bermain kedua anak
itu. Anak yang ternyata kaka beradik ini ternyata cukup senang tatkala saya dan
Purjel memotretnya, senyum dan tawa lepas terpancar dari raut wajah lucunya
yang fotogenik. Sang Ibu yang ternyata seorang pedagang asongan melihat dari
kejauhan, dan melemparkan senyumnya pada kami.
Di sisi blok lain kuil, akhirnya
saya menemukan seorang Sadhu asli, berperawakan amat kurus, dan duduk bersila
di lubang kuil. Sesorang yang telah melepaskan hasrat keduniawiannya, terlihat
begitu damai dalam raut wajahnya. Akhirnya sebuah cita-cita sederhana memotret
seorang Sadhu telah tercapai.
Rasanya sangat lega, walau dalam
setiap perjalanan saya menganggap mendapatkan foto bagus itu hanya merupakan
bonus tambahan. Perjalanan di hari yang cukup terik ini pun berakhir sudah,
menyisakan 2 hari lagi sebelum saya kembali ke Indonesia.
***
Galeri foto :
|
proses pemandian Jenazah di bantu anggota keluarga (Pria) |
|
proses pemandian Jenazah di bantu anggota keluarga (Pria) |
|
area kuil di sisi sebrang sungai Bhagmati |
|
kompleks kuil Pashupatinath |
|
tertidur pulas di bawah rindang pepohonan |
|
Fake Holyman |
|
sekumpulan Holyman/Sadhu Palsu |
|
anak-anak di sungai Bhagmati |
|
anak-anak di sungai Bhagmati |
|
Sadhu berjalan di area kuil |
|
para Ibu yang hendak beribadah |
|
riang Gembira |
|
kakak beradik di Pashupatinath |
|
senyum dari Pashupatinath |
|
Ibu dari kakak beradik yang berprofesi sebagai pedagang makanan dan minuman |
|
berdoa dengan Khusyuk |
|
Sadhu atau Holyman |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar