Rintik hujan perlahan turun
mewarnai pagi yang amat mendung, tak terasa sudah hampir 1 jam saya memacu si
kuda besi, jalan yang semula bagus perlahan berganti dengan jalan bebatuan yang
sedikit menyiksa. Langit kian mendung pagi itu, awan terlihat begitu hitam dan
seketika hujan turun begitu lebat. Samar-samar dari kejauhan di balik sela-sela
pohon warna kekuningan sawah perlahan mulai terlihat menyibak indahnya sawah-sawah
yang siap dipanen.
Rasanya cukup tepat saya
mengunjungi kampung sawah, Rumpin Bogor, di kala musim panen. Luas area
persawahan yang mencapai sekitar 150 Ha, kampung sawah merupakan desa yang
cukup terkenal untuk urusan penghasil beras, walau mayoritas hasil sawah mereka
untuk di konsumsi sendiri. Kampung sawah sendiri awalnya dibentuk oleh Belanda
pada masa penjajahan pada tahun 1900’an, dengan tujuan mengatur upeti di setiap
kampung.
|
Petani yang sedang membajak sawah setelah panen di lakukan |
|
Mopok atau Menambahkan tanah / lumpur ke pematang sawah, biasanya dilakukan setelah sawah selesai di panen |
|
Hujan yang cukup lebat sedikit memudahkan petani untuk mopok |
Di kejauhan terlihat beberapa
petani yang hendak memanen sawahnya, hujan yang cukup lebat tak menghalangi
semangat mereka untuk memotong padi yang kemudian akan dipanen dengan alat
sederhana. Seorang ibu paruh baya melempar senyum kepada saya tatkala sedang
berjalan melintasi area persawahannya, ciri khas masyarakat sunda amat
terpancar di tempat ini, tak lama berselang percakapanpun terjadi.
|
awan yang cukup mendung tidak menghalangi untuk memanen padi |
|
seorang ibu paruh baya sedang memotong batang padi untuk di panen |
Panen kali ini di lakukan lebih
cepat dari biasanya, ujar ibu tersebut, padi yang sebetulnya masih membutuhkan
beberapa minggu lagi untuk di panen terpaksa harus di potong dan d panen lebih
cepat, hal ini terjadi karena banyaknya hama tikus dan burung pipit, jika
menunggu hingga beberapa minggu lagi mungkin sudah sisa sedikit padi nya,
tambah si ibu sambil menunjukan batang padi yang telah di gigit tikus.
|
memilih batang padi yang hendak di pisahkan bijinya dari batangnya |
|
Gerejag/gebotan yang digunakan untuk memisahkan biji padi |
|
batang padi yang masih utuh yang bebas dari jeratan hama tikus |
|
meski cukup menguras tenaga, Gerejag cukup menghemat biaya panen petani |
Masih dalam petak sawah yang
sama, dua orang lelaki paruh baya sedang memisahkan biji padi dengan tangkainya
dengan menggunakan Gerejag/Gebotan (alat yang berfungsi melepas biji padi dari
tangkainya dengan cara tangkai padi di ayunkan di gebotan sehingga biji padi
bisa terlepas dari tanggkainya), Gerejag sederhana yang terbuat dari bambu
memang sedikit menguras tenaga, namun cukup menghemat pengeluaran petani untuk
memanen sawahnya.
|
terpal sederhana yang digunakan sebagai alas hasil panen |
|
mengumpulkan biji padi yang terpental dari Gerejag |
|
biji padi hasil panen, meski tidak terlalu banyak karena serangan hama |
Terpal yang menjadi alas Gerejag
untuk menampung biji-biji padi terlihat perlahan penuh, meski di rasakan panen
kali ini cukup sedikit biji padi yang dihasilkan. Hujan yang semula lebat
perlahan mereda, dan menjadi gerimis yang menambah sejuk suasana pagi meski
badan ini sudah basah kuyup, burung-burung pipit mulai keluar dan menghinggapi
batang-batang padi, meski terlihat begitu indah di pandang, namun di sisi lain
burung ini menjadi masalah serius yang di hadapi petani, populasi mereka yang
meningkat menjadi ancaman untuk kelangsungan panen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar