Awan mendung menyelimuti langit setibanya
kami di area petak sembilan, Glodok. Lalu lalang amat padat pagi itu, kendaraan
yang terparkir di pinggir jalan, banyaknya kendaraan, warga, pedagang yang
berlalu lalang membuat jalan terlihat semrawut seolah tak dihiraukan di gang
yang sempit ini. Namun, kawasan yang di huni oleh mayoritas warga keturunan
Tionghoa ini memiliki nilai sejarah yang amat tinggi, kelenteng Dharma Bhakti
salah satunya, berdiri sejak tahun tahun 1650 kelenteng ini menjadi salah satu
tempat peribatan yang ramai dikunjungi umat Konghucu/Tao, kelenteng ini juga
merupakan kelenteng tertua yang ada di Jakarta.
|
bagian depan kelenteng Dharma Bhakti |
Jin De Yuan merupakan nama yang
sering disebut untuk kelenteng Dharma Bhakti bagi warga setempat, Dewi Koan-Im
(Dewi Welas Asih) merupakan Dewi utama di kelenteng yang berlokasi di Jalan
Kemenangan III ini. Kelenteng ini pernah mengalami kebakaran pada tahun 2015,
namun tak lama berselang kembali di renovasi dan tetap mempertahankan desain
awalnya.
|
Dewi Koan-Im di tengah Jin De Yuan |
|
warga yang sedang sembahyang |
|
lilin merah yang sedang digunakan di kelenteng Dharma Bhakti |
Pengunjung juga dapat
mengabadikan foto di area kelenteng ini, dengan syarat mengisi buku tamu dan
menjaga kesopan. Puas berkeliling di kelenteng ini, kami melanjutkan perjalanan
menyusuri kawasan pasar petak sembilan yang di dominasi ornamen-ornamen
berwarna merah khas masyarakat Tionghoa.
|
area pelataran kelenteng Dharma Bhakti |
Menyebrang jalan pancoran
terdapat jalan yang lebih mirip di sebut gang, Gang Gloria, yang sudah
melegenda di kalangan para traveler. Pintu
masuk gang ini di tandai dengan adanya pedagang ornamen/hiasan khas Tionghoa. Gang
yang amat padat ini juga menyimpan jajanan yang cukup populer, diantaranya bakmi
Amoy. Daging goreng yang menggantung di etalase kedai begitu menggoda untuk di
cicipi, dan bakso gorengnya seakan tak kalah populer di kalangan para pecinta
kuliner.
|
Bakmi Amoy di tengah gang yang padat |
|
daging Goreng dan Bakso goreng, menu yang sudah cukup populer |
Berjarak hanya beberapa meter,
sang legenda kedai kopi di Jakarta pun menghiasi gang yang cukup sempit ini. Es
kopi Tak Kie, kedai yang amat populer ini di kalangan para blogger ini rasanya
tak bisa kami lewatkan, berdiri sejak tahun 1927 menjadikan kedai ini menjadi
ikon tersendiri di area petak sembilan. Rasanya tak sah mengunjungi kawasan petak sembilan jika belum mengunjungi
tempat ini.
|
Kopi Es Tak Kie |
|
es kopi susu, minuman andalan |
Minuman andalannya yakni es kopi
susu, dengan bandrol harga yang cukup murah, Rp 17.000, sensai minuman tempo
dulu bisa kita nikmati, disamping itu tatanan kedai yang tak berubah selama
puluhan tahun seolah membawa diri kita di era tahun 60’an.
|
bagian dalam Kai Zhang Sheng Wang Miao |
Destinasi kemi selanjutnya yakni
vihara Kai Zhang Sheng Wang Miao atau vihara Tanda Bakti, letaknya yang cukup
terpencil membuat vihara ini terbilang cukup sepi. hal menarik lainnya dari
vihara ini yakni pada gang masuknya di tandai dengan adanya rumah kecil bagi
dewa bumi. Vihara yang didirikan sejak tahun 1756 ini memiliki desain yang cukup
unik dan indah, Vihara ini juga merupakan rumah bagi Sang Dewa Pelindung, Tan
Seng Ong yang sekaligus pendiri dari bangunan tersebut
tips menuju Petak sembilan :
- karena area parkir yang amat terbatas, disarankan menggunakan transportasi umum
- tarif menggunakan transportasi online (Mobil) dari stasiun Jakarta Kota sekitar Rp 10.000, dengan waktu tempuh sekitar 10-15 menit.
- menjaga sikap merupakan suatu keharusan di tempat peribadatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar