Keindahan berbalut Nestapa, Kawah Ijen.



Suara erangan dan batuk sesekali terdengar tatkala angin berhembus berbalik arah, seolah masker sederhana tak mampu menghalau bau belerang yang amat pekat dan menusuk. Tonggak besi terus di tancapkan, belerang cair yang mengalir dari pipa baja yang seketika menjadi dingin perlahan membentuk bongkahan batu belerang yang siap di tambang. Jarak hanya beberapa meter saja dari sang Api Biru yang menjadi ikon kawah Ijen. Angin yang membawa hawa panas asap belerang seolah hal biasa yang mereka hadapi. Medan curam, dan tanjakan yang amat menyiksa sambil membawa beban puluhan kilo hasil tambang di pikulnya seolah tanpa raut wajah penuh keluh kesah. Bertaruh nyawa demi rupiah, itulah para penambang belerang ijen.


“Hidup terlalu berharga untuk di isi oleh keluh kesah”

penambang belerang di ijen dengan alat sederhana

***

Saya sedikit pesimistis semenjak perjalanan kami mulai, jam 10 pagi hujan mulai turun di area hutan Gunung Ijen, pikir saya mungkin 2 atau 3 jam kemudian hujan mulai reda, dugaan saya salah, hujan terus turun hingga malam hari, namun alam berkata lain, sekitar pukul 9 malam intensitas hujan mereda dan tepat pukul 10 malam awan mendung mulai menghilang, perlahan bintang-bintang bermunculan di angkasa, membentuk aliran sungai yang amat indah di pandang mata. Galaksi bima sakti tepat di atas tenda kami di pos paltuding, sepetak tanah lapang yang cukup luas untuk mendirikan tenda dan untuk memarkir kendaraan.

galaksi bima sakti di atas langit Ijen
Pukul menunjukan jam setengah 2 pagi, antrean mulai terlihat di pintu masuk pendakian kawah Ijen. Jalan menanjak yang cukup menyiksa menjadi suguhan pertama meski jalannya bisa di bilang bagus. Udara dingin begitu menusuk kulit, dugaan saya sedikit meleset, saya hanya mengenakan sehelai baju lapangan dan jaket outer yang amat tipis, “blunder nih”, gumam saya dalam hati.

Gunung meranti dan Gunung Raung begitu terlihat jelas di sisi kanan jalan, puncaknya di hiasi kilauan bintang yang amat indah. Tak lama berselang, jalan bercabang yang menandakan bahwa kami harus menuruni bukit sedalam 700 meter untuk melihat sang ikon, Blue Fire. Saya sedikit terdiam ketika untuk pertama kalinya melihat keindahan Api Biru yang di suguhi sang Pencipta, fenomena yang hanya ada 2 di muka bumi di Indonesia (Ijen) dan Islandia. Cahanya begitu Indah menyinari bebatuan cadas di sekitarnya, di hiasi bintang yang membentang di angkasa.

sang Blue Fire
Di sisi balik dari sang ikon, landscape indah yang tak kalah indahnya pun menjadi suguhan malam itu, cahaya senter maupun headlamp dari para wisatawan begitu terlihat indah menyinari tebing-tebing di setiap sisi jalan.

foto wisatwan sedang menuruni tebingan untuk menyaksikan sang Blue Fire
Meski di suguhi pemadangan yang amat indah, hati ini sedikit teriris melihat para penambang belerang tradisional, peralatan yang amat sederhana, masker yang bisa di bilang sudah tak layak, dan tak adanya prosedur keamanan yang cukup, nyawa seolah menjadi taruhan demi menangguk rupiah yang tak terlalu besar nilainya. Pikiran saya sedikit melayang membayangkan, anak dan istri mereka yang menunggu sang ayah pulang.

tanpa peralatan memadai, di tengah kepulan asap belerang nanpekat
memecah belerang untuk di masukan ke dalam keranjang pikul
Tak terasa jam menunjukan pukul 4 pagi, saya bergegas menuju puncak kawah Ijen untuk menikmati matahari terbit, meski pada akhirnya tidak tepat waktu karena jalur naik antara Blue Fire dan puncak amat sempit dan di padati wisatawan. Pemadangan amat indah di puncak kawah Ijen, igir-igir tebingan terlihat begitu jelas dari kejuhan, di tambah retakan tebing yang terkikis aliran air menjadikan beberapa lokasi sangat indah di lihat dari kejuhan.

bekas aliran air yang membentuk retakan yang indah
Hampir 3 jam kami menikmati bentangan kawah dengan danau air sangat asam terbesar di dunia dengan luas 5.466 Hektar, birunya amat indah tatkala terpapar sinar matahari. Jalur menuju puncak yang cukup landai dan di suguhi landscape yang indah seolah menghapuskan rasa lelah selama perjalanan. Saya amat bersyukur dapat menikmati suguhan sang Pencipta ditengah hidup yang amat singkat yang seolah tak bertepi.


Itinerary:
Menuju kawah Ijen dari surabaya :
  • Dapat di tempuh melalui kereta Api, turun di stasiun karangasem, kemudian bisa menaiki ojek maupun sewa kendaraan pribadi. Saya lebih menyarankan menyewa kendaraan pribadi, karena dari Ijen kembali ke stasiun karangasem sedikit sulit mencari kendaraan umum/ojek.
  • Jika di tempuh melalui bus, dapat menaiki bus jurusan Jember kemudian dari jember dapat dilajutkan menggunakan bus menuju banyuwangi. Setelah itu dapat dilanjutkan dengan menaiki ojek.


Informasi tambahan :
  • Pendakian terbaik Kawah Ijen dimulai jam 2 malam, karena jika mendaki pada pagi/siang hari api biru tidak terlihat.
  • Persiapan fisik dan peralatan secara matang adalah suatu keharusan
  • Di seputaran Ijen tidak ada tempat penginapan, di anjurkan untuk membawa tenda sendiri, atau dapat menyewa dengan tarif Rp 150,000/malam.
  • Tiket masuk di kenakan Rp 7.500/orang
  • Tarif ojek cukup beragam, tergantung kepiawaian dalam negosiasi, untuk harga normal : Karangasem-Ijen (pos paltuding) Rp 100.000, banyuwangi-Ijen (pos paltuding) Rp 125.000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar