Senja Di Tanjung Layar



Deburan ombak menghantam bebatuan karang di tepian laut, matahari menggelayut menyorotkan jingganya ke horison nan luas. Menyaksikan perahu nelayan terombang ambing di hempas ombak yang kian membesar, perlahan angin berhembus membawa udara kering laut berbalut bau garam, angin begitu menyejukan sore saya beserta kedua orangtua dan saudara, menyaksikan sang surya yang menyorotkan cahaya yang indah yang perlahan tenggelam di atas luasnya lautan merupakan momen spesial bagi kami sekeluarga.

Tanjung layar, pantai yang berbalut batu karang di tepainnya dengan 2 buah tebing menjulang tinggi sebagai ikonnya, menjadi salah satu daya tarik selama beberapan tahun terakhir untuk di kunjungi. Meski cukup memakan waktu untuk menjamahnya dari ibu kota, namun segala keletihan lebih dari 8 jam perjalanan rasanya dapat terobati dengan merdunya suara alunan pohon tertiup angin serta sorotan mentari yang menembus birunya lautan.

birunya lautan terlihat jelas, ketika mobil yang kami kendarai menaiki area perbukitan setelah Pelabuhan Ratu
Banten kiranya tak habis memberikan pesona pantai, lanskap pegunungan, dan budayanya jika kita jelajah satu persatu. Kali ini saya dan keluarga berkesempatan menjamah pantai yang cukup ikonik ini, Tanjung Layar, biasa di sebut pantai Sawarna. Ini kali kedua saya menyambanginya, 2014 lalu saya berkesempatan untuk menikmati beberapa pantai di kawasan ini.

Perubahan drastis yang saya rasakan kurun waktu 3 tahun terakhir, kian banyaknya turis lokal yang datang dan kian banyaknya masyarakat yang menggantungkan hidup dengan menjajakan dagangan, penginapan, maupun jasa Ojek sekiranya membuat saya sedikit terseyum, “perekonomian sudah mulai tumbuh & berkembang” pikir singkat saya, namun di balik itu semua ada kegamangan yang mengganggu pikiran saya saat itu.

para wisatawan yang menikmati senja di area batu karang

Langkah terus saya ayunkan sambil menikmati semilir angin pantai, garis pantai membentang luas dengan samudra yang begitu biru, di sisi lain di bibir pantai pasir nan elok sedikit ternodai dengan sampah plastik yang berserakan, seolah menjadi saksi bisu euforia sesaat. Seakan euforia tersebut menenggelamkan jiwa kita bahwa sebagian masyarakat menggantungkan hidupnya di tempat ini.


ombak yang semakin membesar seiring hari menjadi gelap

Rasanya sudah menjadi reminder bagi diri kita sendiri untuk melakukan hal-hal sederhana, hanya tuk sekedar tidak membuang sampah sembarangan, maksimalkan tempat sampah yang sudah di sediakan, jika tidak ada, tak ada salahnya sekedar mengantongi sampah kita untuk sementara. Begitu berat hati melihat karunia Tuhan yang begitu besar ini di kotori begitu saja, seolah tak ada rasa bersyukur di dada manusia.

sang ikon di pantai Tanjung Layar, foto saya abadikan sekitar pukul 11 malam.
20 menit berjalan, 2 bebatuan yang menyerupai tebing ini menjulang tinggi nan indah dibalut bebatuan karang di sekitarnya yang sesekali dihantam ombak cukup besar. Sebenarnya masih banyak tempat yang dapat dikunjungi di desa sawarna, namun keterbatasan waktu harus memaksa saya dan keluarga harus kembali pulang esok pagi. Rasanya menikmati senja yang hanya 1 jam begitu membekas di hati saya, seraya berharap semoga kesadaran akan kelestarian lingkungan meningkat seiring berjalannya waktu.



“Sooner or later, we will have to recognise that the Earth has rights, too, to live without pollution. What mankind must know is that human beings cannot live without Mother Earth, but the planet can live without humans”. - Evo Morales


Destinasi Wisata lain di Desa Sawarna:
  • Pantai Tanjung Layar
  • Pantai Taraje
  • Pantaikarang Seupang
  • PantaiCiantir
  • Pantai Teluk Legon Pari
  • Pantai Karang Bokor
Di samping itu, Goa-Goa di Desa Sawarna juga tak kalah memukau yakni:
  • Goa Lalay
  • Goa Sikadir
  • Goa Cimaul
  • Goa Singalong
  • Goa Harta karun
  • Goa Seribu Candi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar