Landscape yang memukau mata di Balik Misteri Gunung Salak


Jam setengah 6 Pagi, Puncak Manik
Gagah tegak berdiri menerobos dahi langit, penuh misteri diantara belantaranya yang begitu lebat, di selingi perbukitan-perbukitan yang mengelilinginya yang tak kalah membuat imajinasi menerka entah apa yang ada di dalam rimbanya. Stigma negatif yang dilekatkan padanya dan mitos-mitos serta cerita masyarakat di sekitarnya semakin membuat kita tak bisa membayangkan entah apa yang akan terjadi jika berada di dalam belantaranya yang lebat, gelap, dan penuh "kengerian".

Namun di balik itu semua tersimpan lanskap yang begitu memukau mata, seolah pemandangan yang begitu indah mampu menepis mitos serta cerita yang tidak mengenakkan terhadapnya. Gunung Salak, itulah gambaran singkat tentangnya.


Gunung Salak dari Desa Cibatok
Ini bukan kali pertama saya menyambanginya, di tahun 2016 sudah 2 kali saya menggapai puncaknya dan 2 kali menuju kawahnya. entah apa yang membuat diri ini begitu mencintai Gunung yang dianggap “menyeramkan” bagi sebagian orang.


Rimba Gunung Salak
Puncak Salak 1 terlihat dari Cidahu
Gunung yang begitu sunyi sepi, yang jarang di sambangi orang, membuat kemurnian begitu terasa di Gunung Salak. Membentang perbukitan gunung Halimun yang begitu memanjakan mata seolah mampu melunturkan segala masalah yang dihadapi dalam hiruk pikuk kehidupan perkotaan.

Bentangan Pegunungan dan perbukitan Halimun
Pukul 4 Sore di Puncak 1, Bukit-bukit di selimuti awan yang menggumpal
Menjelang terbenamnya Matahari dengan pemandangan Pegunungan Halimun
Malam yang penuh di hiasi bintang, seolah membuat diri lupa bahwa sedang berada di tengah gelapnya rimba, sunyinya malam di selimuti udara yang begitu menusuk tulang, terkadang terbesit pikiran entah apa yang ada di dalam hutan yang begitu lebat.

Sekitar pukul 5 pagi, ketika matahari belum menampakkan wajahnya lanskap yang begitu indah tersibak di balik awan tipis di antara jurang dan lembah puncak salak I dengan puncak salak II, begitu cerahnya subuh kala itu, cahaya lampu-lampu dari kota bogor sayup-sayup terlihat dari kejauhan. Suara ranting, celah peopohan serta lembah yang tertiup hembusan angin menemani pagi saya yang begitu indah meski hawa dinginnya terasa begitu menggigit jari-jemari tangan.

Pemandangan Kota Bogor, Subuh hari di Puncak 1
Awan tipis menyelimuti Puncak 2, sayup lampu kota menyambut datangnya pagi
 Munculah sang fajar sekitar pukul setengah 6 pagi, cahanya perlahan menghangatkan tubuh ini. Jingga membentang di luasnya lagit pagi itu, menghipnotis padangan seakan tak ingin berpaling sedikitpun. Perlahan dari balik awan tersibak gagahnya Gunung Gede Pangrango, puncaknya yang begitu menjulang tinggi menembus awan seolah membawa diri ingin menyambanginya. Cahaya sang fajar perlahan menyinari puncak Pangrango membuat cahaya terlihat menembus di antara lembahnya dari kejauhan.

Gunung Gede Pangrango dari Kejauhan
Munculnya sang Fajar
warna jingga menyelimuti pagi yang cerah di Puncak 1
Terbesit dalam hati berharap agar anak cucu nanti masih dapat melihat keindahan serta merasakan gagahnya Gunung Salak serta menyelami tiap rimbanya yang penuh misteri. Semoga kelak di usia senja nanti saya mampu menikmati tiap pelukannya meski hanya sehari sambil mengenang manisnya masa muda yang penuh petualangan.

2 komentar: